Logo pita merah. Net.
JURNAL BATAVIA-Dunia kesehatan di Indonesia kembali menjadi sorotan. Belum habis persoalan virus corona yang sedang melanda tanah air, kini datang persoalan baru yang juga tak kalah penting.
Persoalan baru ini terkait ketersediaan stok obat ARV bagi pengidap HIV dan AIDS. Kabarnya, stok obat-obatan tersebut kembali mengalami krisis lantaran ketersediaannya yang semakin menipis.
Parahnya krisis kelangkaan stok obat ARV bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, hal serupa juga pernah terjadi, dimana stok obat ARV di layanan terputus dan memaksa ODHA berganti obat bahkan putus pengobatan.
Menyikapi hal ini, Aditia Taslim, Direktur dari LSM Rumah Cemara, Bandung, bersama gabungan lebih dari 70 LSM dari seluruh Indonesia terpaksa harus berteriak dan mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan Terawan untuk segera mengambil langkah emergensi. Tindakan itu guna memastikan ODHA tidak putus pengobatan.
“Kesehatan adalah hak dan kebutuhanan yang paling mendasar bagi setiap manusia. ODHA juga merupakan warga negara yang haknya wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Dan ketika isu kesehatan serta obat dijadikan komoditas, maka hak dan kebutuhan ODHA akan menjadi terancam. Kejadian stock-out ini bukan yang pertama kali terjadi. Ini bukti ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi warganya,” tegas Aditia dalam siaran pers kepada wartawan, Minggu (8/3/2020).
Berdasarkan catatan dari LSM Indonesia AIDS Coalition, kejadian krisis stok obat ini sudah terjadi beberapa kali dalam dua tahun terakhir tanpa ada solusi kongkrit dari Kementerian Kesehatan. Dana APBN yang sudah dialokasikan guna pembelian obat ARV ini tidak bisa dieksekusi dikarenakan sistem dan mekanisme pengadaan obat ini tidak efisien.
“ARV adalah nyawa bagi saya. Dengan krisis stok saat ini, nyawa saya terancam. Kondisi initidak seperti yang selalu dijanjikan pemerintah terkait stok, jujur situasi ini membuat saya takut. Ketakutan saya adalah siapa yang akan menjamin kehidupan anak saya jika saya mati. ARV buat saya adalah harga mati,” jelas Baby Rivona, Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia.
Situasi kosongnya stok obat ARV kali ini bahkan terjadi juga di beberapa rumah sakit di Jakarta. Wahyu Khresna dari Yayasan Kharisma menegaskan bahwa ODHA bukan hanya sekedar angka yang harus dikejar. ODHA adalah warga negara yang harus dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh negara dan kebutuhan yang sangat mendasar bagi ODHA adalah obat ARV dimana saat ini terjadi banyak kekosongan di beberapa wilayah.
Khresna pun menambahkan ketika negara lalai dengan warganya maka perlu adanya sikap revolusioner untum membantu negara dalam memenuhi kebutuhan warganya.
“Jaringan Indonesia Positif, sebuah jaringan nasional dari ODHA yang mewadahi ODHA di seluruh Indonesia sangat mengecam situasi ini. Situasi ini membahayakan kesehatan orang yang hidup dengan HIV, merusak upaya untuk menghentikan epidemi dan mendiskreditkan upaya mengoptimalkan proses pengadaan obat-obatan esensial khususnya ARV,” jelas Khresna.
“JIP mendesak semua pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Lembaga PBB (UNAIDS, WHO, UNDP, UNICEF, UNFPA), perusahaan farmasi, dan organisasi masyarakat untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini; jika diperlukan, mengupayakan opsi pasokan mendesak obat-obatan sebagai bantuan kemanusiaan juga harus digunakan,” desak Khresna menambahkan.(IND)